Diberdayakan oleh Blogger.

Surat untuk kekasih yang telah pergi meninggalkan dunia ini


Dear: yang terkasih.

Jika ada kehidupan berikutnya, jangan berpisah terlalu jauh dari aku karena aku takut tidak bisa menemukanmu.  Jika ada kehidupan berikutnya, jangan terlalu cepat bersama orang lain, kau harus percaya kita pasti akan ketemu lagi. Jika ada kehidupan berikutnya, kau harus lebih dulu mencintaiku, sehingga kau bisa memaafkan semua kekuranganku. Jika ada kehidupan berikutnya, kau harus menyayangiku sepenuh hati, menjaga dan peduli padaku, seperti aku menyayangimu dan peduli padamu di kehidupan sekarang ini.

Read  Comments


Surat untuk diriku



Dear: Aku

Maafkan aku, karena selalu menyakitimu dengan emosi yang tak terkendali; maafkan aku, karena selalu ingin menyenangi orang lain tetapi menyiksa dirimu; maafkan aku, karena suka berpura-pura kuat padahal hati sedang menangis; maafkan aku, karena masih belum bisa belajar melupakan dia; maafkan aku, karena dulu sering tidak menghargai usahamu...

Setelah membaca surat ini, aku tersenyum dan memaafkan diriku.

Read  Comments


Hidup Adalah Saat Ini Bukan Kenangan Hari Kemaren Atau Mimpi Hari Esok

Dalam kehidupan kita dari kecil sudah ada keinginan. Bahkan sejak lahir keinginan itu ada. Seorang bayi yang lapar dan ingin minum Susu Ibu, maka dia akan menangis kuat, sehingga sang ibu harus bisa memahami tentang kemauan sang anak.

Tumbuh remaja, berbagai cerita dan pengalaman telah dilewati. Cita-cita dan harapan timbul begitu saja. Mendapatkan pendidikan yang layak, mendapatkan pasangan yang ideal, mendapatkan pekerjaan yang nyaman dan penghasilan yang besar. Cita-cita adalah suatu hal yang belum tentu kita dapatkan seperti yang kita inginkan.

Setiap manusia memiliki cerita hidup yang berbeda. Ada pengalaman membahagiakan, masa-masa yang sulit terlupakan di masa lalu. Cerita dan pengalaman sedih. Masa lalu hanyalah masa lalu yang sepertinya tidak akan terulang pada saat ini. Masa lalu telah dilewati dengan berbagai macam cerita, cerita indah ataupun cerita sedih.

Sebatas hal yang dapat dikenang dan dijadikan pelajaran untuk menapaki masa hidup sekarang dan nanti. Kita tidak dapat kembali pada masa indah waktu kecil bermain dan merengek, menangis, tertawa, berlari menjadi kebahagiaan dari orang tua kita.

Kisah indah yang pernah dilalui tidak dapat kita lalui, tapi sangat mungkin kita dapat menjalani kisah yang lebih indah dan menyenangkan. Kisah sedihpun tidak dapat terulang, namun tidak menutup kemungkinan kita dapat mengalami kisah menyedihkan yang lebih mendalam. Semua kenangan tidak harus menjadikan kita terpuruk dan lupa diri.

Kenyataan yang kita hadapi saat ini. Manis ataupun pahit tidak dapat kita hindari. Harus kita hadapi dengan besar hati sepahit apapun kenyataan yang ada di depan kita. Kita hidup saat ini dan detik ini juga. Seindah apapun kehidupan yang sedang kita jalani, jangan sampai menjadikan kita lupa diri.

Cita-cita dan impian belum kita gapai saat ini, apakah nanti, esok kita masih dapat menghirup udara segar, masihkah kita dapat melihat cahaya mentari pagi esok hari? kita tidak tahu dan tidak dapat memastikan. Menjalani kehidupan saat ini, detik ini juga untuk merangkai dan merencanakan cita-cita yang akan diraih, tetap belajar dari pengalaman hidup yang sudah pernah dilewati. Hari ini harus kita hadapi, jangan terpuruk kenangan masa lalu, serta terlena dengan mimpi-mimpi yang belum tentu.

Read  Comments


Renungan Hati

Saya pernah berpikir jika nyawa saya dicabut oleh tuhan apakah saya masih bisa hidup kembali? dan bagaimana perasaan orang-orang yg kenal sama saya ketika saya sudah tidak ada? saya pernah membayangkan jika nyawa saya dicabut atau diambil oleh tuhan, mungkin saya tidak bisa lagi menikmati hidup seperti ini, tidak bisa berkumpul dengan orang tua, adik-adik saya dan teman-teman saya di kampus, jika itu benar-benar terjadi mungkin saya bakal kangen sama semua orang yg kenal saya di bumi. dan saya tidak bisa lagi merasakan masakan ibu saya yg paling enak, mungkin saya bakal merasa kesepian disana, jika itu terjadi apakah saya masih bisa bertemu dengan orang tua dan adik-adik saya dan teman-teman saya di akhirat sana, terkadang saya memikirkan itu hingga air mata saya terjatuh betapa ruginya saya jika saya berpisah dengan kalian. Saya berharap kepada tuhan berikan umur yang panjang kepada saya, kepada orang tua saya , kepada adik-adik saya dan juga kepada teman-teman saya.

Read  Comments


Pengalaman terbaik

Saya disini akan menceritakan pengalaman saya yg sangat menarik dan sangat bahagia bagi saya, saya pernah berlibur ke bali dengan ibu saya, saya kesana menggunakan kendaraan bus, bayangkan ke bali menggunakan bus, seberapa lama perjalanannya, saya menggunakan bus ke bali sekitar 4-5 hari itu dalam perjalanannya. betapa sangat lelahnya saya dan ibu saya, tetapi saya sangat menikmati perjalanan itu dan sangat berkesan sekali pergi ke bali menggunakan bus, di dalam bus saya melihat pemandangan-pemandangan yg sangat indah dan sangat enak untuk dilihat betapa luasnya bumi ini dan betapa indahnya bumi ini sehingga rasa lelah yg ada pada diri saya tidak terasa lagi bagi saya. di setiap perjalanan saya sangat menikmati sekali dan sangat terhibur sekali, setelah itu ketika bus sudah sampai di gilimanuk atau tempat pelabuhan, untuk menyeberang laut menggunakan kapal peri saya merasakan baru pertama kalinya menaiki sebuah kapal laut yg sangat besar dan sangat bagus kemudian pemandangan lautnya yg sangat indah dan sejuk, saya sangat senang sekali bisa berlibur seperti ini, setelah itu saya dan ibu saya beserta rombongan teman-teman ibu saya beristirahat di sebuah hotel, hotelnya sangat mewah sekali saya disana bisa tidur dengan nyenyak atau pulas dan disana makanannya sangat enak sekali dan saya disana juga bisa berenang dengan teman-teman saya, dan keesokan harinya setelah kami beristirahat kami pergi untuk berlibur ke pantai kuta dan kepulau penyu disana juga pemandangannya sangat indah setelah itu kami juga berkunjung ke tanah lot, kemudian beberapa hari kemudian kami bersiap-siap untuk pulang ke jakarta tetapi sebelum kejakarta kami berlibur lagi ke gunung bromo, disana sangat dingin sekali dan pemandangannya juga indah sekali tapi sayang ketika saya berada di gunung bromo saya terjatuh sakit karena saya tidak kuat dengan cuacanya yg sangat dingin sekali, walaupun saya sudah memakai jaket berapa lapispun tetap masih dingin juga. setelah itu kami bersiap-siap untuk pulang. liburan kali ini sangat mempunyai warna dan sangat menyenangkan.

Segitu dulu yah teman, semoga pengalaman kalian tidak kalah indahnya dengan pengalaman saya.
terimaaaaaaaaaaaaaaaaakasihhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh !!!!!!

Read  Comments


Bai Fang Li si Orang Miskin yang Kaya

Namanya BAI FANG LI, orang miskin yang pekerjaannya adalah tukang becak. Seluruh hidupnya dihabiskan di atas sadel becaknya, mengayuh dan mengayuh untuk memberi jasanya kepada orang yang naik becaknya. Mengantarkan kemana saja pelanggannya menginginkannya, dengan imbalan uang sekedarnya.
Tubuhnya tidaklah perkasa. Perawakannya malah tergolong kecil untuk ukuran becaknya atau orang-orang yang menggunakan jasanya. Tetapi semangatnya luar biasa untuk bekerja. Mulai jam enam pagi setelah melakukan rutinitasnya untuk bersekutu dengan Tuhan. Bai Fang Li melalang di jalanan, di atas becaknya untuk mengantar para pelanggannya. Dan ia akan mengakhiri kerja kerasnya setelah jam delapan malam.
Para pelanggannya sangat menyukai Bai Fang Li, karena ia pribadi yang ramah dan senyum tak pernah lekang dari wajahnya. Dan ia tak pernah mematok berapa orang harus membayar jasanya. Namun karena kebaikan hatinya itu, banyak orang yang menggunakan jasanya membayar lebih. Mungkin karena tidak tega, melihat bagaimana tubuh yang kecil malah tergolong ringkih itu dengan nafas yang ngos-ngosan (apalagi kalau jalanan mulai menanjak) dan keringat bercucuran berusaha mengayuh becak tuanya.
Bai Fang Li tinggal disebuah gubuk reot yang nyaris sudah mau rubuh, di daerah yang tergolong kumuh, bersama dengan banyak tukang becak, para penjual asongan dan pemulung lainnya. Gubuk itupun bukan miliknya, karena ia menyewanya secara harian. Perlengkapan di gubuk itu sangat sederhana. Hanya ada sebuah tikar tua yang telah robek-robek dipojok-pojoknya, tempat dimana ia biasa merebahkan tubuh penatnya setelah sepanjang hari mengayuh becak.
Gubuk itu hanya merupakan satu ruang kecil dimana Bai Fang Li biasa merebahkan tubuhnya beristirahat, di ruang itu juga ia menerima tamu yang butuh bantuannya, di ruang itu juga ada sebuah kotak dari kardus yang berisi beberapa baju tua miliknya dan sebuah selimut tipis tua yang telah bertambal-tambal. Ada sebuah piring seng comel yang mungkin diambilnya dari tempat sampah dimana biasa ia makan, ada sebuah tempat minum dari kaleng. Di pojok ruangan tergantung sebuah lampu templok minyak tanah, lampu yang biasa dinyalakan untuk menerangi kegelapan di gubuk tua itu bila malam telah menjelang.
Bai Fang Li tinggal sendirian di gubuknya. Dan orang hanya tahu bahwa ia seorang pendatang. Tak ada yang tahu apakah ia mempunyai sanak saudara sedarah. Tapi nampaknya ia tak pernah merasa sendirian, banyak orang yang suka padanya, karena sifatnya yang murah hati dan suka menolong. Tangannya sangat ringan menolong orang yang membutuhkan bantuannya, dan itu dilakukannya dengan sukacita tanpa mengharapkan pujian atau balasan.
Dari penghasilan yang diperolehnya selama seharian mengayuh becaknya, sebenarnya ia mampu untuk mendapatkan makanan dan minuman yang layak untuk dirinya dan membeli pakaian yang cukup bagus untuk menggantikan baju tuanya yang hanya sepasang dan sepatu bututnya yang sudah tak layak dipakai karena telah robek. Namun dia tidak melakukannya, karena semua uang hasil penghasilannya disumbangkannya kepada sebuah Yayasan sederhana yang biasa mengurusi dan menyantuni sekitar 300 anak-anak yatim piatu miskin di Tianjin. Yayasan yang juga mendidik anak-anak yatim piatu melalui sekolah yang ada.
Hatinya sangat tersentuh ketika suatu ketika ia baru beristirahat setelah mengantar seorang pelanggannya. Ia menyaksikan seorang anak lelaki kurus berusia sekitar 6 tahun yang yang tengah menawarkan jasa untuk mengangkat barang seorang ibu yang baru berbelanja. Tubuh kecil itu nampak sempoyongan mengendong beban berat di pundaknya, namun terus dengan semangat melakukan tugasnya. Dan dengan kegembiraan yang sangat jelas terpancar di mukanya, ia menyambut upah beberapa uang recehan yang diberikan oleh ibu itu, dan dengan wajah menengadah ke langit bocah itu berguman, mungkin ia mengucapkan syukur pada Tuhan untuk rezeki yang diperolehnya hari itu.
Beberapa kali ia perhatikan anak lelaki kecil itu menolong ibu-ibu yang berbelanja, dan menerima upah uang recehan. Kemudian ia lihat anak itu beranjak ke tempat sampah, mengais-ngais sampah, dan waktu menemukan sepotong roti kecil yang kotor, ia bersihkan kotoran itu, dan memasukkan roti itu ke mulutnya, menikmatinya dengan nikmat seolah itu makanan dari surga.
Hati Bai Fang Li tercekat melihat itu, ia hampiri anak lelaki itu, dan berbagi makanannya dengan anak lelaki itu. Ia heran, mengapa anak itu tak membeli makanan untuk dirinya, padahal uang yang diperolehnya cukup banyak, dan tak akan habis bila hanya untuk sekedar membeli makanan sederhana.
“Uang yang saya dapat untuk makan adik-adik saya….,” jawab anak itu.
“Orang tuamu dimana…?” tanya Bai Fang Li.
“Saya tidak tahu…., ayah ibu saya pemulung…. Tapi sejak sebulan lalu setelah mereka pergi memulung, mereka tidak pernah pulang lagi. Saya harus bekerja untuk mencari makan untuk saya dan dua adik saya yang masih kecil…,” sahut anak itu.
Bai Fang Li minta anak itu mengantarnya melihat ke dua adik anak lelaki bernama Wang Ming itu. Hati Bai Fang Li semakin merintih melihat kedua adik Wang Fing, dua anak perempuan kurus berumur 5 tahun dan 4 tahun. Kedua anak perempuan itu nampak menyedihkan sekali, kurus, kotor dengan pakaian yang compang camping.
Bai Fang Li tidak menyalahkan kalau tetangga ketiga anak itu tidak terlalu perduli dengan situasi dan keadaan ketiga anak kecil yang tidak berdaya itu, karena memang mereka juga terbelit dalam kemiskinan yang sangat parah, jangankan untuk mengurus orang lain, mengurus diri mereka sendiri dan keluarga mereka saja mereka kesulitan.
Bai Fang Li kemudian membawa ke tiga anak itu ke Yayasan yang biasa menampung anak yatim piatu miskin di Tianjin. Pada pengurus yayasan itu Bai Fang Li mengatakan bahwa ia setiap hari akan mengantarkan semua penghasilannya untuk membantu anak-anak miskin itu agar mereka mendapatkan makanan dan minuman yang layak dan mendapatkan perawatan dan pendidikan yang layak.
Sejak saat itulah Bai Fang Li menghabiskan waktunya dengan mengayuh becaknya mulai jam 6 pagi sampai jam 8 malam dengan penuh semangat untuk mendapatkan uang. Dan seluruh uang penghasilannya setelah dipotong sewa gubuknya dan membeli dua potong kue kismis untuk makan siangnya dan sepotong kecil daging dan sebutir telur untuk makan malamnya, seluruhnya ia sumbangkan ke Yayasan yatim piatu itu. Untuk sahabat-sahabat kecilnya yang kekurangan.
Ia merasa sangat bahagia sekali melakukan semua itu, ditengah kesederhanaan dan keterbatasan dirinya. Merupakan kemewahan luar biasa bila ia beruntung mendapatkan pakaian rombeng yang masih cukup layak untuk dikenakan di tempat pembuangan sampah. Hanya perlu menjahit sedikit yang tergoyak dengan kain yang berbeda warna. Mhmm… tapi masih cukup bagus… gumamnya senang.
Bai Fang Li mengayuh becak tuanya selama 365 hari setahun, tanpa perduli dengan cuaca yang silih berganti, di tengah badai salju turun yang membekukan tubuhnya atau dalam panas matahari yang sangat menyengat membakar tubuh kurusnya.
“Tidak apa-apa saya menderita, yang penting biarlah anak-anak yang miskin itu dapat makanan yang layak dan dapat bersekolah. Dan saya bahagia melakukan semua ini…,” katanya bila orang-orang menanyakan mengapa ia mau berkorban demikian besar untuk orang lain tanpa perduli dengan dirinya sendiri.
Hari demi hari, bulan demi bulan dan tahun demi tahun, sehingga hampir 20 tahun Bai Fang Li menggenjot becaknya demi memperoleh uang untuk menambah donasinya pada yayasan yatim piatu di Tianjin itu. Saat berusia 90 tahun, dia mengantarkan tabungan terakhirnya sebesar RMB 500 (sekitar 650 ribu rupiah) yang disimpannya dengan rapih dalam suatu kotak dan menyerahkannnya ke sekolah Yao Hua.
Bai Fang Li berkata “Saya sudah tidak dapat mengayuh becak lagi. Saya tidak dapat menyumbang lagi. Ini mungkin uang terakhir yang dapat saya sumbangkan….,” katanya dengan sendu.
Semua guru di sekolah itu menangis….
Bai Fang Li wafat pada usia 93 tahun, ia meninggal dalam kemiskinan. Sekalipun begitu, dia telah menyumbangkan disepanjang hidupnya uang sebesar RMB 350.000 (kurs 1300, setara 455 juta rupiah, jika tidak salah) yang dia berikan kepada Yayasan yatim piatu dan sekolah-sekolah di Tianjin untuk menolong kurang lebih 300 anak-anak miskin.
Foto terakhir yang orang punya mengenai dirinya adalah sebuah foto dirinya yang bertuliskan ”Sebuah Cinta yang istimewa untuk seseorang yang luar biasa”.
 
 
 
Bila SESEORANG yang miskin menyumbang dari kekurangannya, maka ia adalah salah satu PENGHUNI SURGA yang diutus ke dunia, yang mengajarkan kita untuk selalu BERSYUKUR dan selalu BERBAGI kepada sesama.

Read  Comments


Pentingnya kesehatan bagi saya

Saya pernah merasakan sakit, ternyata sakit itu rasanya tidak enak, untuk makan pun rasanya tidak enak sekali dan tidur pun susah. saya mengerti penyakit itu adalah ujian buat kita sendiri seberapa kuat kita untuk menghadapinya, tanpa sakit kita tidak tahu dan tidak akan pernah mengerti bagaimana sangat berharganya sehat buat kita sendiri, saya bersyukur saya bisa menghadapi semua penyakit yg diberikan oleh tuhan kepada saya, dan saya semakin mengerti ketika saya sehat, saya akan menggunakan sebaik-baiknya kesehatan itu karena kesehatan itu sangat berharga buat saya sendiri dan orang lain. tanpa kesehatan mungkin kita tidak akan bisa menjalani seluruh aktivitas kehidupan sehari-hari. Banyak orang ketika ia dalam keadaan sehat ia lupa dan terlalu sibuk dengan kegiatannya sehingga mereka lupa bahwa kita tidak selalu merasakan sehat suatu saat kita akan merasakan sakit.
Dari sakit lah saya mengerti betapa pentingnya kesehatan itu sendiri buat saya, kesehatan itu mahal buat saya, dan saya juga bersyukur sudah sehat kembali seperti semula.

Read  Comments


Jangan Pernah Malu

Jangan pernah malu pada pekerjaan orang tua kita, mereka itu hebat dan luar biasa. Apapun yg mereka lakukan, hanya semata untuk anak-anaknya, terkadang, mereka rela untuk tidak membeli baju baru agar anak-anaknya memiliki baju yang baru. Orang tua selalu mendahulukan anak-anaknya, orang tua selalu berkorban demi anak-anaknya tulus dan ikhlas. Kini, ketika mereka tua sudah saatnya kita sebagai anak-anaknya untuk selalu mendahulukan mereka, mereka tidak pernah meminta apa-apa kepada anaknya, tetapi kita sebagai anaknyab sadarlah dan berilah.

Perhatian dan kasih sayang kitalah yg mereka cari, siapa lagi yg akan membahagiakan orang tua, kalau bukan kita sendiri,

Read  Comments